Nama : Mega Aprilia Puspasari
Kelas : 1IA05
Npm : 54411379
Sindrom Down
Mengembangkan Kecerdasan Sindrom Down
Sindrom Down merupakan satu di antara ribuan kelainan yang dapat diderita manusia. Pada penderita terjadi gangguan dalam aspek kecerdasan, hambatan mental, psikomotor atau retardasi mental. “ Kecerdasan rendah dapat sampai tingkat idiot, IQ di bawah 30 “, kata Prof. Dr. Wahyuning Ramelan, ahli genetika Universitas Indonesia (UI).
Secara biologic, sindrom yang pertama kali di laporkan di London oleh Dr. Langdon Down pada 1862 ini disebabkan oleh kelebihan kromosom nomor 21 di dalam sel tubuh. Pada normal atau mendekati sel tubuh penyandang sindrom ini terdapat tiga kromosom 21, karena itu disebut trisomi-21. Penyebab sindrom ini sampai sekarang masih belum diketahui secara jelas.
Keterbatasan kecerdasan dan mental anak yang menyandang sindrom down menyebabkan orang tua mereka sedih. Banyak diantara mereka putus harapan tentang masa depan sang anak. Namun, Wahyuning mengungkap, sejak sekitar dua dasawarsa terakhir, terapi stimulasi dini yang di yakini dapat membantu mengembalikan kecerdasan penderita sampai normal atau mendekati normal. Terapi seperti ini sekarang banyak dilakukan di klinik tumbuh kembang pada banyak rumah sakit atau sarana kesehatan lain.
Mengembangkan Potensi
Hampir semua pakar perkembangan sepakat, stimulasi pada penyandang sindrom down sebiknya dimulai sejak usia dini, terutama pada usia dibawah lima tahun. Sebab, perangsangan saraf pada “ Usia emas”itu, bisa lebih optimal. Stimulasi pada anak yang melewati “Usia emas”-nya bukan merupakan upaya yang sia-sia. Menurut Wahyuning, sejauh ini tidak terbukti stimulasi pada anak yang berusia lebih dari empat tahun tidak bermanfaat. Hanya saja, makain besar anak, aktivitas kenmandirian makin menonjol sehingga untuk distimulasi ada resistensi.
Beban sindro down yang disandang bukan pula “kartu mati” bagi anak. Secara fisi dan psikologis, anak-anak yang menderita kelainan genetic ini mempunyai sejumlah potensi yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, psikolog pendidikan khusus anak, Dra. Lucia RM Royanto Msi M ed, menyarankan orang tua agar memerhatikan kekuatan yang tersembunyi yang dimiliki sang anak. Pada anak penyandang sindrom ini, ligamennya lebih fleksibel sehingga tubuh mereka lebih lentur dari anak kebanyakan. Jika dilatih menari, gerak mereka niscaya akan indah.
Selain itu, Lucia juga menunjuk pada aspek otak kanan mereka yang bisa distimulasi. Yakni, otak yang bekerja untuk bagian yang berkaitan noneksakta. Oleh karena itu, mereka bisa dilatih music dan seni. “Di Australia, saya pernah bertemu mahasiswa art penyandang sindrom down,” ungkap Lucia. Hal yang menjadi masalah, menurut Dosen Fakultas Psikologi UI ini, kreativitas penyandang sindrom down tidak terlalu berkembang. Akan tetapi, hal itu bisa dibantu dengan kelebihan lain yang mereka miliki, yaitu ketekunan yang melebihi anak-anak pada umumnya. Untuk itu, mereka bisa dilibatkan pada kegiatan yang membutuhkan banyak ketekunan.
Pada dasarnya, anak-anak yang dikurniai cobaan sindrom ini amat lembut. “Mereka gentle, sangat mudah merasakan yang dirasakan orangtua,” katanya. Mereka ramah pada semua orang. Tetapi, memang, jika sudah mogok, amat sulit untuk dibujuk. “Kuncinya stimulasi dari kita(orang tua--.),” kata Lucia. Untuk itu, orang tua harus menyediakan waktu membawa anak-anak mengajak untuk membawa anak melakukan berbagai kegiatan. Mulai dari membawa ke lapangan untuk bermain bola, layangan, gendong-gendongan, hingga mengajak menggambar dan menyediakan buku-buku untuknya.
Sumber : Republika Online, 23 November 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar